MATERI DAN STRATEGI PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan
merupakan salah satu sarana yang mutlak dibutuhkan guna tercapainya manusia
yang berakhlak, bermoral, berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Tujuan
diatas akan tercapai jika ditunjang dengan materi, tenaga pendidik, strategi
belajar mengajar, serta kemauan dari peserta didik, guna tercapainya suatu
kompetensi atau kompetensi dasar yang telah ditetapkan berjalan dengan baik dan
benar sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Materi
dan strategi belajar mengajar merupakan salah satu hal yang seringkali
dikesampingkan, sehingga banyak dari peserta didik yang bosan dalam mengikuti
mata pelajaran. Hal ini akan berakibat sedikitnya materi yang akan diterima
atau tidak sama sekali.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian materi pembelajaran ?
2.
Apa
jenis-jenisnya ?
3.
Apa
cakupan materi pembalajaran ?
4.
Apa
pengertian strategi pembalajaran ?
5.
Apa
saja klasifikasinya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Materi Pendidikan
Salah satu faktor
penting yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan keseluruhan
adalah kemampuan dan keberhasilan guru merancang materi pembelajaran. Materi
Pembelajaran pada hakekatnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari Silabus,
yakni perencanaan, prediksi dan proyeksi tentang apa yang akan dilakukan pada
saat Kegiatan Pembelajaran.
Materi pembelajaran
atau materi ajar (intructional material) adalah pengetahuan sikap dan
keterampilan yang harus harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi
yang telah ditentukan. Materi pembelajaran menempati posisi
yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harusdipersiapkan agar
pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebutharus sesuai
dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai olehpeserta
didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran
hendaknyamateri yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan
kompetensi dasar,serta tercapainya indikator.
Materi pembelajaran
dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan
dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan
perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran tersebut.
Agar guru dapat membuat
persiapan yang berdaya guna dan berhasil guna, dituntut memahami berbagai aspek
yang berkaitan dengan pengembangan materi pembelajaran, baik berkaitan dengan
hakikat, fungsi, prinsip, maupun prosedur pengembangan materi serta mengukur efektivitas
persiapan tersebut.
B.
Jenis-jenis Materi
Pembelajaran
Jenis-jenis materi pembalajaran dapat diklasifikasi
sebagai berikut :
1.
Pengetahuan, meliputi :
a. Fakta adalah kebenaran yang dapat diterima oleh nalar dan sesuai dengan
kenyataan yang dapat dikenali dengan panca indera. Fakta diperoleh dengan cara
memperoleh sendiri dari sumber aslinya. Fakta didefinisikan dengan cara
menggambarkan atau menafsirkan dari sumber yang asli. Fakta
yang diperoleh dari orang yang mengidentifikasi dengan jalan menyusunnya dalam
bentuk interaksi reasoning (Penalaran Abstrak).
b. Konsep adalah hasil penyimpulan tentang suatu hal berdasarkan atas adanya
ciri-ciri yang sama pada hal tertentu. Konsep ada kalanya berkaitan dengan
sesuatu obyek, sesuatu peristiwa atau berkaitan dengan manusia. Strategi
pencapaian konsep: - Strategi pemilihan - Strategi penerimaan.
c. Prinsip adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang hubungan antara dua
konsep atau lebih istilah prinsip kadang-kadang disebut juga dengan aturan atau
generalisasi.
2.
Prosedur; merupakan
langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu aktivitas dan
kronologi suatu sistem. Contoh: praktik penelitian sosial, dsb.
3.
Sikap atau Nilai;
merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang,
tolong-menolong, semangat dan minat belajar, dan bekerja, dsb. Contoh: aplikasi
sosiologi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk sikap toleransi dalam menghadapi
fenomena sosial yang bervariasi.
C.
Prinsip-Prinsip
Pengembangan Materi
Prinsip-prinsip yang
dijadikan dasar dalam menentukan materi pembelajaran adalah kesesuaian
(relevansi), keajegan (konsistensi), dan kecukupan (adequacy).
1.
Relevansi atau kesesuaian.Materi
pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan
pencapaian kompetensi dasar. Jika kemampuan yang diharapkan dikuasai peserta
didik berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus
berupa fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi yang lain. Contoh:
kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik adalah ” Menganalisis faktor
penyebab konflik sosial dalam masyarakat” maka pemilihan materi pembelajaran
yang disampaikan seharusnya ”Referensi tentang berbagai fenomena sosial yang
mengarah pada timbulnya konflik sosial” (materi konsep), bukan ”langkah-langkah
mengantisipasi dan menanggulangi konflik (materi prosedur)”.
2.
Konsistensi atau
keajegan.Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik ada dua macam,
maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi dua macam. Contoh:
kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik mendeskripsikan terjadinya
perilaku menyimpang dan sikap-sikap anti sosial, maka materi yang diajarkan juga
harus meliputi perilaku menyimpang dan sikap-sikap anti sosial.
3.
Adequacy atau
kecukupan.Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta
didik menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu
sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit maka kurang
membantu tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika
terlalu banyak maka akan mengakibatkan keterlambatan dalam pencapaian target
kurikulum (pencapaian keseluruhan SK dan KD).
D.
STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
1. Pengertian
Strategi Belajar Mengajar
Secara
umum strategi mempunyai pengertian suatu suatu garis besar haluan dalam
bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan
belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan guru-murid
dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
digariskan[1].
Dalam
konteks pengajaran, strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam
menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses
mengajar, agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai dan
berhasil guna. Guru dituntut memiliki kemampuan mengatur secara umum
komponen-komponen pembelajaran sedemikian rupa, sehingga terjalin keterkaitan fungsi
antar komponen pembelajaran dimaksud. Strategi berarti pola kegiatan belajar
mengajar yang diambil unutk mencapai tujuan secara efektif. Untuk melaksanakan tugas secara profesional, guru
memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi belajar
mengajar yang sesuai dengan tujuan belajar mengajar yang telah dirumuskan, baik
dalam arti efek intruksional, tujuan belajar yang dirumuskan secara eksplisit
dalam proses belajar mengajar, maupun dalam arti efek pengiring misalnya
kemampuan berfikir kritis, kreatif, sikap terbuka setelah siswa mengikuti
diskusi kelompok kecil dalam proses belajarnya[2].
Strategi
mengajar pada dasarnya adalah tindakan nyata dari guru atau merupakan praktek
guru melaksanakan pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai efektif dan
efesien. Dengan kata kata lain, strategi mengajar adalah politik atau taktik
yang digunakan guru dalam proses pembelajaran dikelas. Politik atau taktik itu
harus mencerminkan langkah-langkah yang sistematik, artinya bahwa setiap komponen
pembelajaran harus saling berkaitan satu sama lain dan sistematik yang
mengandung pengertian bahwa langkah-langkah yang dilakukan guru dalam proses
pembelajaran itu tersusun secara rapi dan logis sehingga tujuan yang ditetapkan
tercapai.
2.
Klasifikasi
Strategi Belajar Mengajar
Menerut Tabrani Rusyan dkk, ada berbagai masalah
sehubungan dengan strategi belajar mengajar yang secara keseluruhan digolongkan
sebagai berikut :
1. Konsep dasar
strategi belajar mengajar
2. Sasaran
kegiatan belajar
3. Belajar
mengajar sebagai suatu sistem
4. Hakikat proses
belajar
5. Entering
behavior siswa
6. Pola-pola
belajar siswa
7. Pemelihan
sistem belajar mengajar
8. Pengorganisasian
kelompok belajar
A. Konsep
Dasar Strategi Belajar Mengajar
Seperti
telah diuraikan pada sub pokok bahasan sebelumnya, konsep dasar strategi
belajar mengajar meliputi
a.
Menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku.
b.
Menentukan
pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar dan
memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar.
c.
Norma
dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
B. Sasaran Kegiatan Belajar Mengajar
Setiap
kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran dan tujuan. Tujuan itu bertahap dan
berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan kongkret, yakni tujuan
pembelajaran khusus dan tujuan pembelajaran yang umum, tujuan kurikuler, tujuan
nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal. Persepsi guru atau
persepsi peserta didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar mengajar akan
mempengaruhi tujuan yang akan dicapai, sasaran itu harus diterjemahkan kedalam
ciri-ciri prilaku kepribadian yang didambakan.
Pandangan
hidup para guru maupun para siswa akan turut mewarnai gambaran karakteristik
sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan mempengaruhi juga kebijaksanaan
tentang perencanaan, pengorganisasian, perlaksanaan, serta penilaian terhadap
kegiatan belajar mengajar.
C. Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem
Belajar
mengajar sebagai suatu sistem intruksional mengacu pada pengertian sebagai
seperangkat komponen yang saling bergantung antara satu dan yang lainnya untuk
mencapai tujuan. Sebagai suatu sistem belajar mengajar meliputi komponen antara
lain : tujuan, bahan, siswa, guru, netode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan
itu tercapai semua komponen yang ada harus diorganisasaikan sehingga setiap komponen
itu terjadi kerjasama. Karena itu, guru tidak diperkenankan hanya
memperlihatkan komponen tertentu saja, misalnya metode, bahan dan evaluasi
saja, tapi ia harus mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.
Usaha
untuk memahami peserta didik ini dilakukan melalui evaluasi. Selain itu guru
mempunyai kewajiban untuk melaporkan perkembangan hasil belajar para siswa,
kepala sekolah, orang tua, serta instansi yang terkait.
D.
Hakikat
Proses Belajar
Belajar
adalah proses perubahan prilaku berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan
kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Kegiatan
belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, menilai proses dan
hasil belajar, termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.
E.
Entering Behavior Siswa
Hasil kegiatan belajar mengajar tercermin dalam perubahan perilaku, baik
secara material-substansial, struktur-fungsional, maupunsecara behavioral.Yang
dipersoalkan adalah kepastian seharusnya kita memngetahui yang bersangkutan. Untuk
itu kita harus mengetahui
karakteristik perilaku peserta didik, dan jenis karakteristik perilaku siswa
yang telah dimilikinya ketika mau masuk sekolah dan mengikuti kegiatan belajar mengajar,
itulah yang dimaksudkan dengan Entering Behavior.
F. Pola-Pola Belajar Siswa
Gagne
menggolongkan pola-pola belajar siswa kedalam delapan tipe dimana yang satu
merupakan pra syarat bagi yang lainnya yang lebih tinggi tingkitanya.
Masing-masing tipe dapat dibedakan dari yang lainnya dilihat dari kondisi yang
diperlukan buat berlangsungnya proses belajar bagi yang bersangkutan, kedelapan
tipe tersebut adalah :
a.
Signallaerning(belajar
isyarata). Tipe ini merupakan tahap yang paling dasar, sehingga tidak menuntut
persyaratan, namun merupakan tingkat yang harus dilalui tipe belajar yang lebih
tinggi. Signal laerning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola
dasar perilaku bersifat involuntary (tidak disengaja dan disadari tujuannya).
b.
Stimulus-ResponLearning
(belajar rangsangan tanggapan). Bila tipe diatas digolongkan classical
condition, maka tipe belajar ini termasuk kedalam instrumental condition atau
belajar dengan trial and error. Menurut Gagne, proses belajar bahasa pada
anak-anak merupakan proses yang serupa dengan ini. Kondisi yang diperlukan
untuk berlangsungnya (rangsangan) pertama dan berikutnya sangat penting,
semakin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat reinforcement.
c.
Chaining
(mempertautkan), dan tipe 4 verbal association. Kedua tipe belajar ini setara,
yaitu belajar mengajar menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan yang
lain. Kondisi yang diperlukan dalam berlangsungnya tipe belajar ini antara lain
secara internal anak sudah harus menguasai sejumlah satuan pola S-R. Baik
psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan
reinfortment tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining dan assosination.
d.
Discrinationlearning
(belajar membedakan). Dalam tipe ini, peserta didik mengadakan seleksi dan
pengujian antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya,
kemudian memilih pola-pola respon yang dianggap paling sesuai.
e.
Concept
learning (belajar pengertian). Dengan
berdasarkan kesamaan ciri-ciri kesimpulan stimulus dan objek-objeknya, ia
membentuk suatu pengertian atau konsep utama yang diperlukan yaitu kemahiran
diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
f.
Rule
Learning (belajar membuat generelisasi, hukum
dan kaidah). Pada tingkat ini, siswa belajar mengadakan kombinasi berbagai
konsep dengan mengoprasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif,
analisisy, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas),
sehingga peserta didik dapat memberikan kesimpulan tertentu yang mungkin
selanjutnya dapat dipandang sebagai aturan: prinsip, dalil, aturan, hukum,
kaidah dan sebagainya.
g.
Problem
solving (belajar memacahkan masalah). Pada tingkat ini, siswa belajar
merumuskan dan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan yang
menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik, mempergunakan sebagai
kaidah yang telah dikuasainya. Dengan proses penginditifikasian entering
behavior seperti dijelaskan terdahulu, guru akan dapat mengindetifikasi
tahap belajar atau tipe belajar yang telah dijalaninya.[3]
G. Memilih Sistem Belajar Mengajar
Para
ahli teori beljar telah mencoba mengembangkan berbagai cara pendekatan sistem
pengajaran atau proses belajar mengajar. Berbagai sistem pengajaran yang
menarik perhatian akhir-akhir ini adalah : Enquiry Discovery Aproach,
Expository Aproach, Mastery Learning, dan Humanistic Education.
a. Enquiry Discovery Aproach, belajar
mencari dan merumuskan sendiri.
Dalam sistem belajar
mengajar ini, guru tidak menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk final, tetapi
anak didik diberi peluang untuk mencari dan memecahkan sendiri dengan
mempergunakan teknik pendekatan pemecahan masalah.
Sistem
belajar yang dikembangkan Bruner ini menggunakan landasan pemikiran pendekatan
belajar mengajar bahwa hasil belajar dengan cara ini lebih mudah dihafal dan
diingat, serta mudah ditransfer untuk memecahkan masalah. Pengetahuan dan
kecakapan siswa yang bersangkutan lebih jauh dapat menumbuhkan motif intrinsik
(dorongan dari dalam) karena siswa merasa puas atas pemikirannya sendiri.
Pendekatan
belajar ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat kognitif.
Kelemahannya adalah memakan waktu yang cukup lama, dan kalau kurang terpimpin
atau kurang terarah dapat menyebakan kekacauan dan kekaburan atas materi yang
dipelajari[4].
b. ExpositoryAproach
Dalam sistem ini, guru
menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk yang telah disiapkan secara rapi,
sistematis, dan lengkap sehingga anak didik hanya menyimak dan mencernanya saja
secara tertib dan teratur.
c. MasteryLearning
Hasil
belajar studi menunjukan bahwa hanya sebagian kecil siswa yang mampu menguasai
bahan hingga 90%-100% dari penyajian guru. Sebagian besar siswa hanya mampu
menguasai antara 50%-80%, bahkan ada yang lebih kecil. Adanya variasi
penggunaan bahan ini mencerminkan adanya variasi kemampuan siswa.
Menurut
Carol, setiap anak didik akan mampu menguasai bahan kalau diberi waktu atau
kesempatan yang cukup untuk mempelajarinya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Dengan demikian, tingkatan belajar itu merupakan fungsi dari proporsi waktu
yang disediakan untuk belajar atau time allowed for learning, dengan waktu yang
diperlukan untuk belajar atau time needed for learning oleh peserta
didik.
Carol
tidak menyangkal ada faktor dominan lain yang berpengaruh terhadap taraf penguasaan
dalam belajar itu, antara lain kualitas pengajaran dengan tarap kemampuan siswa
untuk memahami pelajaran itu. Selain itu, faktor motifasi juga sangat
berpengaruh, karena itu kalau kita menghendaki siswa mencapai penguasaan bahan
pelajaran tertentu, maka bahan pelajaran disusun secara sempurna, begitu juga
pengukuran hasil belajarnya. Bahan pelajaran harus diperinci dan diorganisasi
ke dalam satuan-satuan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari satuan
yang lebih besar satuan bahan yang terkecil inilah yang disebut modul.
d.
Humanistic
Education
Tidak
bisa disangkal bahwa kemampuan dasar kecerdasan para siswa itu sangat
bervariasi secara individual. Oleh karena itu muncul teori belajar yang
menitikberatkan upaya untuk membantu siswa agar sanggup mencapai perwujudan dan
keunikan yang dimilikinya. Cara pendekatannya masih bersifat enquary discovery
based approaches. Karakteristik metode ini, antara lain bahwa guru hendaknya
tidak membuat jarak terlalu jauh dengan siswanya. Ia harus menempatkan
berdampingan dengan siswa sebagai senior yang selalu siap menjadi konsultan.
Taraf akhir dari proses belajar mengajar menurut pandangan ini adalah self
actualization seoptimal mungkin dari setiap peserta didik[5].
H. Pengorganisasian Kelompok Belajar
Memperhatikan
sebagian cara pendekatan atau sistem belajar mengajar seperti diuraikan
sebelumnya, disarankan kelompok belajar anak didik sebagai berikut :
1. Pada situasi yang ekstrim, kelompok
belajar itu mungkin hanya seorang. Jika peserta hanya seorang, metode yang sesuai
mungkin konsep belajar mengjar tutorial atau independent study.
2. Untuk kelompok kecil sekitar dua sampai
dua puluh orang, metode belajarnya bisa diskusi atau seminar.
3. Kelompok besar (sebesar 20-40 siwa),
biasanya digunakan metode klasikal atau class room teaching. Tekniknya
mungkin bervariasi sesuai dengan kemampuan guru untuk mengelolanya.
4. Kalau kelompok belajar melebihi 40
orang, pesertanya biasanya disebut audience. Metode belajar mengajarnya
adalah kuliah atau ceramah[6].
BAB III
KESIMPULAN
Materi dan strategi pendidikan merupakan salah satu metode atau
sistem pendidikan yang sangat penting guna menunjang tercapainya tujuan
kompetensi pendidikan yang diharapkan baik dari sisi perubahan perilaku siswa,
kecerdasan otak dan kecerdasan emosional siswa.
Karena dalam pembahasan diatas tidak hanya menjelaskan tentang kemampuan
siswa menguasai bahan pelajaran yang disiapkan guru. Tetapi juga membentuk
kakteristik dari siswa itu sendiri. Oleh karena itu, peran guru sangant vital
dalam pembahasan ini.
Terbaginya materi maupun strategi pendidikan dalam beberapa jenis
secara sistematis dan rapi, hal ini tiada lain untuk menunjang keberhasilan
guru dalam menyampaikan bahan pelajaran agar mudah diterima oleh peserta didik,
baik yang memiliki kemampuan atau tidak. Sehingga guru harus bisa mengusai
materi atau strategi pendidikan tersebut agar tujuan pendidikan yang baik bisa
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, abu.
Tri Prasetyo, Joko. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka
Setia, 1997.
Achmadi. Ideologi
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Achmadi, Moch.
Ishom. Kaifa Nurobbi Abnaa’ana. Yogyakarta: SJ press, 2009.
Ana' Ogi' materi pembelajaranhttp://info.blogspot.com materi-pendidikan-pembelajaran.html Diakses pada 19-03-2013.
Sabri, Ahmad. Strategi
Belajar Mengajar dan Micro Teaching. Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005.
Komentar