SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Peradaban
Islam sejak masa Rasulullah terus mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut
terus berlanjut pada masa al-Khulafaa’ ar-Rasyidin dengan melakukan
ekspansi-ekspansi ke luar Jazirah Arab. Pada masa Dinasti Bani Umayyah,
peradaban Islam mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat. Daerah
kekuasaannya bahkan telah merambah ke wilayah Eropa. Peradaban Islam di Eropa
ini kelak yang mempengaruhi terjadinya gerakan renaissance (kebangkitan
kembali) yang sangat berpengaruh sehingga menyebabkan peradaban Eropa menjadi sangat maju hingga
saat ini.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimanakah sejarah masuknya Islam
ke Spanyol (Andalusia) serta apa faktor-faktor yang mendukungnya?
2.
Apa saja perkembangan dan kemajuan
peradaban Islam yang dicapai di Spanyol?
3.
Apa penyebab peradaban Islam di
Spanyol mengalami kemunduran dan kehancuran?
4.
Apa pengaruh peradaban Islam
terhadap renaissance di Eropa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MASUKNYA ISLAM
KE SPANYOL
1.
Sejarah
Masuknya Islam ke Spanyol
Umat Islam berhasil menduduki
wilayah Spanyol (Andalusia)[1]
pada masa Khalifah al-Walid (705-715 M) yang merupakan salah satu khalifah dari
dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum menaklukkan Spanyol,
umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu
propinsi di bawah kekuasaan Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika
Utara itu terjadi pada masa Khalifah Abd al-Malik (685-705 M). Khalifah Abd
al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur daerah tersebut.
Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man digantikan oleh Musa ibn Nushair.
Pada saat itulah, Musa ibn Nushair memperluas wilayah dengan menduduki wilayah
Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukannya ke
daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan sehingga
mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan
seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya..[2]
Setelah wilayah-wilayah tersebut
benar-benar dikuasai oleh umat Islam, maka umat Islam mulai memusatkan
perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Sehingga, Afrika Utara menjadi batu
loncatan bagi kaum muslimin dalam menaklukkan wilayah Spanyol.
Dalam penaklukan Spanyol, terdapat
tiga pahlawan Islam yang paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana.
Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif
adalah perintis dan penyelidik penaklukan Spanyol. Ia menyeberangi selat yang
berada di antara Maroko dan Benua Eropa dengan satu pasukan perang yang mana
500 orang di antaranya adalah tentara berkuda. Mereka menaiki empat buah kapal
yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan ini, Tharif tidak mendapatkan
perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa banyak
harta rampasan.
Dengan keberhasilan penyerangan
pertama serta melemahnya pertahanan Kerajaan Visigothic yang berkuasa di
Spanyol saat itu, pada tahun 711 M Musa ibn Nushair mengirim pasukan ke Spanyol
sebanyak 7000 orang dipimpin oleh Thariq ibn Ziyad yang lebih dikenal sebagai
penakluk Spanyol karena pasukannya lebih banyak dan hasilnya juga lebih nyata.
Sejarah mencatat bahwa Panglima Thariq,
setelah seluruh pasukan selesai mendarat di wilayah tersebut, membakar seluruh
kapal. Ia pun mengucapkan:
الْعَدُوُّ أمَامَكُمْ
وَالْبَحْرُ وَرَاءَكُمْ فَاخْتَرْ أَيُّمَا شِئْتُمْ
“Musuh
di depanmu dan lautan di belakangmu, silakan pilih mana yang kamu kehendaki.”[3]
Pasukan Thariq ibn Ziyad terdiri dari sebagian besar suku Barbar
yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang arab yang dikirim
oleh Khalifah al-Walid. Pasukan ini kemudian menyeberangi selat di Laut Tengah
yang menghubungkan Benua Afrika dan Eropa. Sebuah gunung tempat pertama kali
Thariq ibn Ziyad beserta pasukannya mendarat dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal
Thariq).[4]
Sementara Raja Roderick sedang berada di bagian utara, orang-orang Islam
berhasil memantapkan kedudukan mereka di
Algeciras.[5]
Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara lebar untuk
memasuki Spanyol. Ketika Roderick akhirnya bergerak ke selatan untuk menghadapi
orang-orang Islam, dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja
Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukkan
kota-kota penting, seperti Cordova, Granada, dan Toledo. Sebelum Thariq
menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di
Afrika Utara. Musa mengirim tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga
jumlah pasukan Thariq seluruhnya adalah 12.000 orang, belum sebanding dengan
pasukan Kerajaan Visigothic yang jauh lebih besar, 100.000 personel.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan
untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair
merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud
membantu perjuangan Thariq. Dengan jumlah pasukan yang lebih besar, Musa
berangkat menyeberangi selat tersebut pada Juni 712 M.[6]
Satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkan.[7]
Ia berhasil menaklukkan kota Medina, Sedonia, dan Carmona. Sevilla yang
merupakan kota terbesar dan pusat kecerdasan Spanyol yang pernah menjadi ibu
kota pada zaman Romawi, mampu mempertahankan diri hingga akhir Juni 713 M. akan
tetapi, dekat kota Merida, Musa menemui perlawanan yang sengit. Namun demikian,
setelah terkepung selama setahun, setapak demi setapak kota tersebut mampu
dikuasai dalam bulan Juli 713 M. Ia kemudian bergabung dengan Thariq di Toledo.
Selanjutnya keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol,
termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Setelah itu juga masih terdapat berbagai penaklukkan yang terjadi
pada masa Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz, di antaranya ke daerah sekitar
pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan, serta kota Bordesu, Poitier dan juga
Tours, akan tetapi usaha ini gagal. Pasukan Islam ketika berada di antara Tours
dan Poitier berhadapan dengan Charles Martel, pangeran orang-orang Franks yang
membangun kekuatan di Prancis Tengah.[8]
Selain itu, terdapat pula penyerangan ke Avirignon pada tahun 734 M, Lyon pada
tahun 743 M, serta pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Mallorca, Corsia,
Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan
Islam pada masa kekuasaan Bani Umayyah.[9]
Gelombang terbesar kedua dari penyerbuan kaum muslimin yang gerakannya
dimulai pada permulaan abad ke-8 Masehi ini telah menjangkau seluruh Spanyol
dan melebar jauh menjangkau Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari
Italia.
2.
Faktor-faktor
Pendukung Masuknya Islam ke Spanyol
Kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh umat Islam pada masa
Khalifah Dinasti Bani Umayyah ini tidak
dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.[10]
Faktor eksternal tersebut adalah kondisi yang terjadi di Spanyol
sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial,
politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam
beberapa negara kecil. Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap tidak
toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penduduk, yaitu aliran
Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi
yang merupakan bagian mayoritas dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut
agama Kristen. Sedangkan yang tidak bersedia maka disiksa dan dibunuh secara
brutal.
Perpecahan politik memperburuk keadaan
ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam
keadaan lumpuh. Padahal sewaktu Spanyol berada di bawah kekuasaan Romawi,
berkat kesuburan tanahnya, pertanian dan perdagangan serta industri maju pesat.
Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan Kerajaan Goth,
perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan
keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi
terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang
dikalahkan oleh Islam.
Awal kehancuran Kerajaan Goth adalah
ketika Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Sevilla ke Toledo,
sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa Toledo, diberhentikan begitu
saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak
Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan
Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin.
Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian,
mantan penguasa Septah. Konflik tersebut karena Roderick mencemarkan kehormatan
putri dari Julian. Karena itu Julian ingin membalas dendam untuk membela
kehormatan dan nama baik putrinya.[11]
Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha
umat Islam untuk menguasai Spanyol dengan meminjamkan empat buah kapal yang
digunakan menyeberangi selat.
Hal lain yang juga menguntungkan tentara Islam adalah bahwa tentara
Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai
semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga
mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum muslimin.
Sedangkan faktor internal pendukung masuknya Islam ke Spanyol
adalah kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para
prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya.
Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan
penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap
persoalan. Yang tidak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan
oleh para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong-menolong.
Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum
muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
B.
PERKEMBANGAN
DAN KEMAJUAN ISLAM DI SPANYOL
1.
Perkembangan
Islam di Spanyol
Sejak pertama kali menguasai Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam
terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu
berlangsung lebih dari 7,5 abad.
Secara global, kekuasaan Islam di Spanyol dibagi pada tiga masa
berikut:[12]
a.
Merupakan suatu propinsi dari
Kerajaan Bani Umayyah di Damaskus. Diperintah oleh wakil khalifah yang dikirim
ke sana, mulai tahun 93-138 H.
b.
Diperintah oleh para amir yang
berdiri sendiri, terpisah dari kekhalifahan Bani Abbasiyyah di Baghdad, dimulai
oleh Amir Abd ar-Rahman ad-Dakhil pada tahun 138-315 H.
c.
Abd ar-Rahman an-Nashir memaklumkan
dirinya menjadi khalifah di Andalusia (Spanyol), yaitu mulai tahun 315-422 H.
Adapun penjelasan periode-periode pemerintahan Islam di Spanyol
secara lebih terperinci adalah sebagaimana berikut:
a.
Periode
Pertama (711-755 M)
Pada periode
ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah
Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini, stabilitas politik
Spanyol belum terpacai secara sempurna. Berbagai gangguan masih terjadi baik
yang dating dari luar maupun dari dalam.
Gangguan yang
datang dari dalam berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat
perbedaan etnis dan golongan. Sedangkan gangguan dari luar datang dari
sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah
pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Mereka
terus memperkuat diri dan setelah berjuang kurang lebih selama 500 tahun mereka
akhirnya mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.
Seringnya
terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, pada periode
ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan
kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd ar-Rahman ad-Dakhil ke
Spanyol pada tahun 138 H/755 M.
b.
Periode Kedua
(755-912 M)
Pada periode
ini Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima
atau gubernur) tetapi tidak tunduk pada pusat pemerintahan Islam yang pada
waktu itu dipegang oleh Dinasti Abbasiyyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abd
ar-Rahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar ad-Dakhil
(yang masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos
dari kejaran Bani Abbasiyyah ketika mereka berhasil menaklukkan Bani Umayyah di
Damaskus. Selanjutya, ia berhasil mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol.
Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abd ar-Rahman ad-Dakhil,
Hisyam I, Hakam I, Abd ar-Rahman al-Awsath, Muhammad ibn Abd ar-Rahman, Munzir
ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode
ini, umat Islam mulai memperoleh kemajuan-kemajuan dalam bidang politik maupun
dalam bidang peradaban. Abd ar-Rahman ad-Dakhil mendirikan masjid di Cordova
dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam
menegakkan hukum Islam. Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang militer
yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd ar-Rahman al-Awsath
sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga sudah mulai masuk
pada periode kedua ini.
Meskipun
demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan juga terjadi. Pada pertengahan abad
ke-9, stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang
mencari kesyahidan (Martyrdom). Namun gerakan ini tidak didukung oleh
gereja-gereja lain di Spanyol.[13]
c.
Periode Ketiga
(912-1013 M)
Periode ini
berlangsung mulai dari pemerintahan Abd ar-Rahman III yang bergelar an-Nasir
sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk
ath-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh seorang penguasa
dengan gelar khalifah. Penggunaan gelar tersebut bermula dari berita yang
sampai kepada Abd ar-Rahman III, bahwa al-Muqtadir, Khalifah Daulah Bani
Abbasiyyah di Baghdad, meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri.
Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu
Abd ar-Rahman an-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II
(976-1009 M).
Pada periode
ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi
kejayaan Daulah Abbasiyyah di Baghdad. Abd ar-Rahman an-Nasir mendirikan
Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku.
Awal
kehancuran Daulah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam
usia sebelas tahun. Kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun
981 M Khalifah menunujuk Ibn Abi ‘Amir sebagai pemegang kekuasaan secara
mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan
menyingkirkan saingan-saingannya. Ia lalu digantikan oleh anak-anaknya yang
tidak memiliki kualitas memegang jabatan tersebut. Dalam beberapa tahun saja,
negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya hancur total. Pada
tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan
khalifah. Saat itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil.
d.
Periode
Keempat (1013-1086 M)
Pada periode
ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan (muluk ath-thawaif), yang berpusat di
suatu kota seperti Sevilla, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar di
antaranya adalah Abbadiyyah di Sevilla. Pada periode ini, umat Islam Spanyol
kembali memasuki pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara,
ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada
raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan politik umat Islam, untuk
pertama kalinya orang-orang Kristen mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun
kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual masih terus
berkembang. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk
mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lainnya.
e.
Periode Kelima
(1086-1248M)
Pada periode
ini, meskipun Islam Spanyol terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat
satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M)
dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah
sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara.
Pada tahun 1062 ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di
Marakesy. Dan akhirnya dapat memasuki Spanyol dan menguasainya. Pada tahun 1143
M, kekuasaan Dinasti ini berakhir baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan
digantikan oleh Dinasti Muwahhidun. Pada masa Dinasti Murabithun, Saragossa
jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M.
Sepeninggal Dinasti
Murabithun, di Spanyol berdiri dinasti-dinasti kecil, tetapi hanya berlangsung
selama tiga tahun. Pada tahun 1146 M penguasa Dinasti Muwahhidun merebut daerah
ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart. Dinasti ini datang ke
Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan
penguasa Kristen dan Sevilla jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali
Granada lepas dari kekuasaan Islam.
f.
Periode Keenam
(1248-1492 M)
Pada periode
ini, Islam hanya berkuasa di Granada di bawah Dinasti Ahmar (1232-1492 M).
peradaban kembali mengalami kemajuan seperti pada zaman Abd ar-Rahman an-Nasir.
Akan tetapi, secara politik Dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil.
Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir
karena perselisihan orang-orang istana. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang
kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi
raja. Ia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu,
ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian
meminta bantuan kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua
penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah, dan Abu Abdullah naik
tahta.
Tentu saja,
Ferdinand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui
perkawinan itu merasa tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan
terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan
serangan-serangan orang Kristen dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan
kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 M. umat
Islam setelah itu dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi
meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat
Islam di daerah ini.
2.
Kemajuan
Peradaban
Kemajuan Islam di Spanyol sangat menonjol dalam berbagai bidang,
baik dalam bidang intelektual yang menyebabkan kebangkitan Eropa saat ini,
bidang kebudayaan yang dalam hal ini adalah bangunan fisik atau arsitektur,
maupun bidang-bidang lainnya. Puncak kemajuan peradaban Islam di Spanyol
berdampak bagi kemajuan peradaban Eropa.
a.
Kemajuan
Intelektual
1)
Filsafat
Islam di
Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan
sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan Khalifah
Muhammad ibn Abd ar-Rahman.[14]
Tokoh utama
pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn
as-Sayigh yang lebih dikenal dengan ibn Bajjah. Seperti al-Farabi dan Ibn Sina
di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum
opsunya adalah Tadbiir al-Mutawahhid.
Tokoh utama
kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail. Ia banyak menulis masalah kedokteran,
astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay
ibn Haqzhaan.
Akhir abad
ke-12 menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di
gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd (Averros) dari Cordova. Ciri
khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan
kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat
dan agama. Ia juga dikenal sebagai ahli fiqh dengan karyanya Bidaayah
al-Mujtahid. Ia juga menulis buku kedokteran berjudul al-Kulliyyah fi
ath-Thibb.
2)
Sains
Sains yang
terdiri dari ilmu-ilmu kedokteran, fisika, matematika, astronomi, kimia, botani,
zoologi, geologi, farmasi, juga berkembang dengan baik. Dalam bidang sejarah
dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal.
Ibn Jubayr dari Valencia menulis tentang negara-negara muslim Mediterania dan
Sicilia. Ibn Batuthah dari Tangier penjelajah dunia sampai Samudera Pasai dan
Cina. Ibn Khatib menyusun riwayat Granada. Sedangkan Ibn Khaldun dari Tunisia
perumus filsafat sejarah.[15]
Beberapa tokoh
sains dalam bidang astronomi adalah Abbas ibn Farnas, Ibrahim ibn Yahya
an-Naqqash, Ibn Safar, dan al-Bitruji. Dalam bidang farmasi antara lain Ahmad
ibn Ibas dari Cordova, Ibn Juljul, Ibn Hazm, dan Ibn Abd ar-Rahman ibn Syuhayd.
Umm al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafizh adalah dua ahli
kedokteran dari kalangan wanita.
3)
Bahasa dan Sastra
Pada masa
Islam di Spanyol banyak para ahli yang mahir dalam bahasa Arab, baik
ketrampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain Ibn Sayyidih,
Ibn Malik pengarang nazham Alfiyyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali
al-Isybili, Abu al-Hasan ibn ‘Ushfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi.
Karya-karya
sastra juga banyak bermunculan, seperti al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abd
Rabbih, Kitab adz-Dzakirah fii Mahaasin Ahl al-Jaziirah karya Ibn
Bassam, Kitab al-Qalaaid karya al-Fath ibn Khaqan dan masih banyak yang
lainnya.
4)
Musik dan Kesenian
Musik dan
kesenian pada masa Islam di Spanyol sangat masyhur. Musik dan seni banyak
memperoleh apresiasi dari para penguasa istana. Tokohnya antara lain al-Hasan
ibn Nafi’ yang mendapat gelar Zaryab. Ia juga terkenal sebagai penggubah
lagu
5)
Tafsir
Salah satu mufassir
yang terkenal dari Andalusia adalah al-Qurthubi. Nama lengkapnya adalah Abu
Abdillah Muhammad ibn Ahmad ibn Abu Bakr ibn Farh al-Anshari al-Andalusi.
Karyanya adalah al-Jamii’ li Ahkaam al-Qur’an yang terkenal dengan nama Tafsir
al-Qurthubi yang terdiri dari 20 jilid.
6)
Fiqh
Dalam bidang
fiqh, Spanyol Islam dikenal sebagai pusat penganut madzhab Maliki. Adapun yang
memperkenalkan madzhad ini di Spanyol adalah Ziyad ibn Abd ar-Rahman.
Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadli
pada masa Hisyam ibn Abd ar-Rahman. Ahli fiqh lainnya adalah Abu Bakr ibn
al-Quthiyah, Muniz ibn Sa’id al-Baluthi, Ibn Rusyd, asy-Syatibi, dan Ibn Hazm.
b.
Kemajuan
Arsitektur Bangunan
Kemegahan bangunan fisik Islam Spanyol sangat maju, dan mendapat
perhatian umat dan penguasa. Umumnya bangunan-bangunan di Andalusia memiliki
nilai arsitektur yang tinggi. Jalan-jalan sebagai jalur perdagangan dibangun.
Pasar-pasar dibangun untuk membangun ekonomi. Demikian pula, dam-dam,
kanal-kanal, saluran air, dan jembatan-jembatan.
1)
Cordova
Cordova adalah
ibu kota Spanyol sebelum Islam yang kemudian diambil alih oleh Dinasti Umayyah.
Kota Cordova dibangun dan diperindah oleh penguasa muslim. Jembatan besar
dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun
untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam itu. Pohon-pohon megah diimpor dari
Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin
mempercantik pemandangan. Di antara kebanggaan Kota Cordova lainnya adalah
Masjid Cordova yang dikenal dengan nama La Mezquita dan telah dirubah
menjadi gereja.[16]
Masjid ini memiliki menara yang terbuat dari marmer, pintu dari tembaga kuning,
bahkan salah satu pintunya ada yang terbuat dari emas murni.[17]
Kota ini memiliki 491 masjid.
2)
Granada
Granada adalah
tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Arsitektur bangunannya
terkenal di seluruh Eropa. Istana al-Hambra yang indah dan megah adalah
pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Kisah tentang kemajuan
pembangunan fisik ini masih diperpanjang dengan Istana az-Zahra, Istana al-Gazar
dan Menara Girilda.
3)
Sevilla
Kota Sevilla
dibangun pada masa pemerintahan al-Muwahhidun. Sevilla pernah menjadi ibu kota
yang indah bersejarah. Semula kota ini adalah rawa-rawa. Pada masa Romawi kota
ini bernama Romula Agusta, kemudian dirubah menjadi Asyibiliyah
(Sevilla). Sevilla telah berada di bawah kekuasaan Islam selama kurang lebih
500 tahun. Salah satu bangunan masjid yang didirikan pada tahun 1171 pada masa
pemerintahan Sultan Yusuf Abu Ya’kub kini telah berubah menjadi gereja dengan
nama Santa Maria de la Sede. Kota Sevilla jatuh ke kekuasaan Ferdinand
pada tahun 1248.
4)
Toledo
Toledo
merupakan kota penting di Andalusia sebelum dikuasai Islam. Ketika Romawi
menguasai Toledo, kota ini dijadikan ibu kota kerajaan. Dan ketika Thariq ibn
Ziyad menguasainya, maka kota ini dijadikan pusat kegiatan umat Islam, terutama
dalam bidang ilmu pengetahuan dan penerjemahan. Toledo direbut oleh Raja
Alfonso VI dari Castilia. Beberapa peninggalan bangunan masjid di Toledo kini
dijadikan gereja oleh umat Kristen.
Banyak faktor pendukung kemajuan Islam di Spanyol, antara lain
didukung oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa yang mampu
mempersatukan kekuatan umat Islam. Keberhasilan politik para pemimpin tersebut
ditunjang oleh kebijaksanaan para penguasa lainnya yang mempelopori kegiatan
ilmiah. Di samping itu, toleransi ditegakkan oleh para penguasa terhadap
penganut agama Kristen dan Yahudi. Sehingga mereka ikut berpartisipasi
mewujudkan peradaban Islam Spanyol.
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyyah di Baghdad
dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari keduanya tidak selalu peperangan.
Sejak abad ke-11 Masehi dan seterusnya, banyak kalangan cendekiawan mengadakan
perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung Timur, begitu juga
sebaliknya, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan
bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik tapi masih
terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dalam Islam.
C.
PENYEBAB
KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN
1.
Konflik Islam
dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna.
Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan
Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka.
Namun demikian, kehadiran Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang
Kristen Spanyol. Hal ini menyebabkan kehidupan Islam di Spanyol tidak pernah
berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 umat
Kristen memperoleh kemajuan pesat sementara umat Islam sedang mengalami
kemunduran.
2.
Tidak Adanya
Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang
Islam yang sederajat, di Spanyol, orang-orang Arab dari keluarga Umayyah merasa
lebih elit dari orang-orang Spanyol pribumi.[18]
Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non Arab sering menggerogoti dan merusak
perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi
negara tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi
makna persatuan, di samping kurangnya figur yang menjadi personifikasi ideologi
itu.
3.
Kesulitan
Ekonomi
Pada paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun
kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai
membina perekonomian. Akibatnya, timbul kesulitan ekonomi yang sangat
memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4.
Tidak Jelasnya
Sistem Peralihan Negara
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris.
Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan muncul muluk
ath-thawaif. Granada yang merupakan kekuasaan terakhir Islam di Andalusia
jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella di antaranya juga disebabkan
permasalahan ini.
D.
PENGARUH
PERADABAN SPANYOL ISLAM TERHADAP RENAISSANCE DI EROPA
Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak
berhutang budi pada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang pada
periode klasik. Memang banyak perantara bagi pengaruh peradaban Islam terhadap
Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tapi yang terpenting adalah Spanyol Islam. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan
bahwa Spanyol ketika berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan
negara-negara tetangga di Eropa, terutama dalam pemikiran dan sains di samping
bangunan fisik.
Tokoh Spanyol Islam yang sangat berpengaruh terhadap pemikiran di
Eropa adalah Ibn Rusyd (1120-1198 M). Ibn Rusyd dikenal sebagai orang yang
melepas belenggu taqlid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas
pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang
berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunnah Allah menurut pengertian Islam
terhadap ajaran pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar
pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroisme (Ibn
Rusyd-isme) yang menuntut kebebasan berpikir.
Berawal dari gerakan Averroisme inilah di Eropa kemudian lahir
reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M. Buku-buku Ibn
Rusyd dicetak di Venesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500. Bahkan edisi
lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557. Karya-karyanya juga diterbitkan di
Napoli, Bologna, Lyons, dan Strasbourg pada abad ke-16 serta di Jenewa pada
awal abad ke-17.
Pengaruh-pengaruh peradaban Islam ke Eropa berawal dari banyaknya
pemuda-pemuda Kristen yang belajar di berbagai Universitas Islam di Spanyol.
Mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya para ilmuwan muslim. Pusat
penerjemahan buku ada di Toledo. Setelah pulang ke negaranya, mereka mendirikan
sekolah dan universitas yang sama dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah
mereka peroleh dari universitas-universitas Islam. Yang pertama adalah
Universitas Prancis yang didirikan pada tahun 1231.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung
sejak abad ke-12 itu menimbulkan gerakan “kebangkitan kembali” (renaissance)
pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 melalui terjemahan-terjemahan Arab yang
dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari Spanyol dengan cara yang
sangat kejam, namun ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa, di
antaranya adalah renaissance pada abad ke-14 yang bermula di Italia,
gerakan reformasi pada abad ke-16, rasionalisme pada abad ke-17 dan pencerahan
(aufklaerung) pada abad ke-18.
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan sebagaimana berikut:
1.
Umat Islam berhasil menduduki
wilayah Spanyol (Andalusia) pada masa Khalifah al-Walid (705-715 M) yang
merupakan salah satu khalifah dari dinasti Bani Umayyah yang berpusat di
Damaskus. Dalam penaklukan Spanyol, terdapat tiga pahlawan Islam yang paling berjasa
memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq
ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair.
Kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh umat
Islam pada masa Khalifah Dinasti Bani Umayyah ini tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal
dan internal yang menguntungkan. Faktor eksternal tersebut adalah kondisi yang
terjadi di Spanyol sendiri. Sedangkan faktor internal pendukung masuknya Islam
ke Spanyol adalah kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh
pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol
pada khususnya.
2.
Kekuasaan Islam di Spanyol
berlangsung selama 7,5 abad yang terbagi dalam 6 periode. Namun secara global
dapat dikelompokkan menjadi 3 masa:
a.
Merupakan suatu propinsi dari
Kerajaan Bani Umayyah di Damaskus. Diperintah oleh wakil khalifah yang dikirim
ke sana, mulai tahun 93-138 H.
b.
Diperintah oleh para amir yang
berdiri sendiri, terpisah dari kekhalifahan Bani Abbasiyyah di Baghdad, dimulai
oleh Amir Abd ar-Rahman ad-Dakhil pada tahun 138-315 H.
c.
Abd ar-Rahman an-Nashir memaklumkan
dirinya menjadi khalifah di Andalusia (Spanyol), yaitu mulai tahun 315-422 H.
Sedangkan
kemajuan peradabannya meliputi hampir seluruh bidang ilmu pengetahuan dan
kemegahan arsitektur bangunan.
3.
Adapun penyebab kemunduran dan
kehancuran Islam di Spanyol adalah:
a.
Konflik Islam dengan Kristen.
b.
Tidak Adanya Ideologi Pemersatu.
c.
Kesulitan Ekonomi.
d.
Tidak Jelasnya Sistem Peralihan
Negara.
4.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam
atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 menimbulkan gerakan
“kebangkitan kembali” (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad
ke-14 yang berawal di Italia melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari
dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin. Keilmuan Islam juga
memotori terjadinya gerakan-gerakan lain seperti gerakan reformasi pada abad ke-16,
rasionalisme pada abad ke-17 dan pencerahan (aufklaerung) pada abad
ke-18.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah,
2009.
Asmuni, Yusran. Dirasah Islamiyah. Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1998. Vol. II.
Hamka, Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Vol. II.
Misbah, Ma’ruf dkk. Sejarah Kebudayaan Islam Kelas III Aliyah.
Semarang: Wicaksana, 1996.
Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan
Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992. Vol. II.
Watt, Montgomery. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh
Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1997. Vol. II.
[1]
Jazirah ini dulunya bernama Iberia, yaitu dihubungkan dengan bangsa Iberia yang
merupakan penduduk tertua di semenanjung itu. Setelah bangsa Romawi berkuasa di
sana pada abad kedua, mereka menamainya Asbania, yang berarti “Pantai
Marmot”. Setelah dikuasai oleh bangsa Romawi, bagian selatan semenanjung itu
pernah takluk kepada suku-suku bangsa Vandal, sehingga daerah tersebut dinamai Vandalusia.
Ketika kaum muslimin sampai ke sana mereka menamakan daerah itu—bahkan
semenanjung itu – dengan nama al-Andalus, diambil dari kata Vandalusia
itu.
Ahmad Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992), vol. II, 156.
[2]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1997), vol. II, 88.
[3]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), 162.
[4]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 89.
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, 163.
[5]
Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), 41.
[6]
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, 164.
[7]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 90.
[8]
Montgomery Watt, Kejayaan Islam, 42.
[9]
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, 164-5.
[10]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 91.
[11]
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, 158.
[12]
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, 165.
Hamka, Sejarah Umat Islam (Jakarta: Bulan
Bintang, 1981), vol. II, 134.
[13]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 95.
[14]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 101.
[15]
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, 173.
[16]
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, 293.
[17]
Ma’ruf Misbah dkk, Sejarah Kebudayaan Islam Kelas III Aliyah (Semarang:
Wicaksana, 1996), 23.
[18]
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1998), vol. II, 16.
Komentar