PENGERTIAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

PENGERTIAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Kata pelestarian berasal dari kata “lestari” yang berarti tetap seperti keadaan semula, tidak berubah, bertahan kekal. Kemudian mendapat tambahan pe dan akhiran an, menjadi pelestarian yang berarti; proses, cara, perbuatan melestarikan; perlindungan dari kemusnahan dan kerusa-kan, pengawetan, konservasi; pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan manjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
Sedangkan lingkungan hidup berarti; kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya; lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas organisme hidup, seperti tumbuh-tumbuhan, hewan danmanusia.
Lingkungan hidup tidak saja bersifat fisik seperti tanah, udara, air, cuaca dan sebagainya, namun dapat juga berupa sebagai lingkungan kemis maupun lingkungan sosial. Lingkungan sosial meliputi antara lain semua faktor atau kondisi di dalam masyarakat yang dapat menimbulkan pengaruh atau perubahan sosiologis, misalnya : ekonomi, politik dan sosial budaya.
Lingkungan meliputi, yang dinamis (hidup) dan yang statis (mati). Lingkungan dinamis meliputi wilayah manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Lingkungan statis meliputi alam yang diciptakan Allah swt, dan industri yang diciptakan manusia. Alam yang diciptakan Allah, meliputi lingkungan bumi, luar angkasa dan langit, matahari, bulan dan tumbuh-tumbuhan. Industri ciptaan manusia, meliputi segala apa yang digali manusia dari sungai-sungai, pohon-pohon yang ditanam, rumah yang dibangun, peralatan yang dibuat, yang dapat menyusut atau membesar, untuk tujuan damai atau perang.
Dalam mengkaji hadis-hadis yang secara khusus membicarakan tentang lingkungan, sebenarnya terdapat banyak kesulitan. Kesulitan pokok adalah tidak adanya term yang jelas tentang lingkungan, misalnya kata yang secara special tentang lingkungan. Beda dengan term lainnya misalnya ilmu, nikah, dan lain-lain yang dengan gampang diakses melalui CD hadis dengan metode takhrij huruf atau tema. Term lingkungan hanya dapat diperoleh dengan membaca keseluruhan matan hadis, menterjemahkan dan mengambil kesimpulan dan menetapkannya sebagai obyek pembahasan. Kata zara’a: menanam misalnya, baru dapat ditetapkan setelah membaca keseluruhan matan hadisnya.


Pelestarian hewan
1.     موطأ مالك - (ج 5 / ص 1426)
3590 - حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ مَوْلَى سُلَيْمَانَ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ يَرْفَعُهُ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيَرْضَى بِهِ وَيُعِينُ عَلَيْهِ مَا لَا يُعِينُ عَلَى الْعُنْفِ فَإِذَا رَكِبْتُمْ هَذِهِ الدَّوَابَّ الْعُجْمَ فَأَنْزِلُوهَا مَنَازِلَهَا فَإِنْ كَانَتْ الْأَرْضُ جَدْبَةً فَانْجُوا عَلَيْهَا بِنِقْيِهَا وَعَلَيْكُمْ بِسَيْرِ اللَّيْلِ فَإِنَّ الْأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ مَا لَا تُطْوَى بِالنَّهَارِ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّعْرِيسَ عَلَى الطَّرِيقِ فَإِنَّهَا طُرُقُ الدَّوَابِّ وَمَأْوَى الْحَيَّاتِ[1]
Telah menceritakan kepadaku Malik dari Abu 'Ubaid mantan budak Sulaiman bin Abdul Malik, dari Khalid bin Ma'dan dia memarfu'kannya, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah Tabaraka Wa Ta'ala, Maha Lembut dan mencintai sikap lemah lembut, ridla terhadapnya dan menolong orang yang lemah lembut tidak sebagaimana Dia tidak menolong orang yang kasar. Jika engkau mengendarai tunggangan dari hewan ini, berhentikan dia di tempat-tempatnya. Jika tanahnya kering maka percepatlah jalannya selama (kendaraan tersebut) masih kuat. Hendaknya kalian berjalan di malam hari, karena tanah itu dipendekkan (jaraknya) pada malam hari, beda dengan keadaannya pada siang hari. Janganlah kalian beristirahat di tengah jalan, karena itu adalah jalannya hewan dan tempat tinggal ular."
Penjelasan : Hadits menjelaskan tentang bagaimana merawat hewan ketika dalam keadaan digunakan bepergian.
Memberlakukannya dengan cara memberikan makan dan mengistrahatkan ketika hewan tersebut dalam keadaan lelah serta perjalanan pada malam hari merupakan termasuk pelestarian hewan. Karena hal itu akan tetap menjaga kesehatan dari hewan tersebut dan bisa melanjutkan perjalanan pada waktu siang hari dalam keadaan sehat bugar.
فَإِذَا رَكِبْتُمْ هَذِهِ الدَّوَابَّ الْعُجْمَ فَأَنْزِلُوهَا مَنَازِلَهَا  arti dari kalimat ini adalah Memperlakukan hewan dengan cara yang baik, tidak diperkenankan memaksakan hewan untuk melakukan sesuatu yang diatas kemampuan dari hewan tersebut. Karena hal itu akan memperlambat pertumbuhan dari hewan tersebut sehingga pelestarian hewan akan hilang yang merupakan salah satu tujuan dari kenapa hewan tersebut diciptakan.



2.     صحيح البخاري - (ج 5 / ص 2238)
5663 - حدثنا إسماعيل حدثني مالك عن سمي مولى أبي بكر عن أبي صالح السمان عن أبي هريرة
 : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ( بينما رجل يمشي بطريق اشتد عليه العطش فوجد بئرا فنزل فيها فشرب ثم خرج فإذا كلب يلهث يأكل الثرى من العطش فقال الرجل لقد بلغ هذا الكلب من العطش مثل الذي كان بلغ بي فنزل البئر فملأ خفه ثم أمسكه بفيه فسقى الكلب فشكر الله له فغفر له ) . قالوا يا رسول الله وإن لنا في البهائم أجرا ؟ فقال ( في كل ذات كبد رطبة أجر )[2]
Artinya :

telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada saya Malik dari Sami Maula Abi Bakr dari Abi Sholeh Al-Siman dari Abu Hurairah, berkata; Rasulullah saw bersabda : “suatu ketika seorang laki-laki tengah berjalan di suatu jalanan, tiba-tiba terasa olehnya kehausan yang amat sangat, maka turunlah ia ke dalam suatu sumur lalu minum. Sesudah itu ia keluar dari sumur tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang dalam keadaan haus pula sedang menjilat tanah, ketika itu orang tersebut berkata kepada dirinya, demi Allah, anjing initelah menderita seperti apa yang ia alami. Kemudian ia pun turun ke dalam sumur kemudian mengisikan air ke dalam sepatunya, sepatu itu digigitnya. Setelah ia naik ke atas, ia pun segera memberi minum kepada anjing yang tengah dalam kehausan iu. Lantaran demikian, Tuhan mensyukuri dan mengampuni dosanya. Setelah Nabi saw, menjelaskan hal ini, para sahabat bertanya: “ya Rasulullah, apakah kami memperoleh pahala dalam memberikan makanandan minuman kepada hewan-hewan kami ?”. Nabi menjawab : “tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada hewan hidup, Tuhan memberi pahala”. (HR. Bukhari )

            Hadis di atas memberikan ketegasan betapa Islam sangat peduli akan keselamatan dan perlindungan hewan. Bahkan disebutkan, bahwa bagi yang menolong hewan sekaligus memperoleh tiga imbalan, yaitu : pertama, Allah berterima kasih kepadanya; kedua, Allah mengampuni dosa-dosanya; dan ketiga, Allah memberikan imbalan pahala kepadanya. Di samping sebagai Pencipta, Allah adalah penguasa terhadap seluruh makhluk-Nya, termasuk binatang. Dia lah yang memberi rezeki, dan Dia mengetahui tempat berdiam dan tempat penyimpanan makanannya, Allah swt, berfirman dalam Q.S. Hud (11): 6
* $tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# žwÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÞOn=÷ètƒur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyŠöqtFó¡ãBur 4 @@ä. Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B ÇÏÈ  
6. dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Secara implisit, ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt, senantiasa memelihara dan melindungi makhluk-Nya, termasuk binatang dengan cara memberikan makanan dan memotoring tempat tinggalnya. Manusia sebagai makhluk Allah awt, yang termulia diperintahkan untuk selalu berbuat baik dan dilarang untuk berbuat kerusakan di atas bumi, sebagaimana firman-Nya, Q.S.al-Qashasah (28): 77
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
77. dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

3.     سنن الدارمي - (ج 2 / ص 371)
 2668 - أخبرنا عثمان بن محمد ثنا شبابة بن سوار ثنا ليث بن سعد عن يزيد بن أبي حبيب عن سهل بن معاذ بن أنس عن أبيه وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه و سلم ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : اركبوا هذه الدواب سالمة ولا تتخذوها كراسي قال حسين سليم أسد : إسناده حسن[3]
Telah mengabarkan kepada kami Utsman bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Syababah bin Sawwar telah menceritakan kepada kami Laits bin Sa'ad dari Yazid bin Abu Habib dari Sahal bin Mu'adz bin Anas dari ayahnya, ia adalah sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kendarailah hewan tunggangan ini dengan baik dan jangan menjadikannya sebagi kursi." Telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Shalih dari Al Laits, hanya saja ia meriwayatkan hadits yang berbeda dengan Syababah.
            Penjelasan : hewan merupakan salah satu ciptaan Allah yang harus kita lestarikan dengan baik. Sebab ciptaan Allah tidak ada yang tidak memiliki manfaat, sehingga kita harus menjaga ciptaan Allah sekecil apapun ciptaan itu.
            Pada hadits diatas bahwa kita dilarang menjadikan hewan sebagai kursi, maksud dari larangan ini adalah hanya menjadikan hewan tersebut sebagai tempat duduk tanpa dimanfaatkan secara nyata, hanya dijadikan tempat pembicaraan yang tidak bermanfaat.
Pelestarian Air
4.     صحيح مسلم - (ج 11 / ص 395)
4232 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ وَاللَّفْظُ لِأَبِي عَامِرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ[4]
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu 'Amir Al Asy'ari serta Muhammad bin Al 'Allaa lafazh ini milik Abu Amir mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Perumpamaan agama yang aku diutus Allah 'azza wajalla dengannya, yaitu berupa petunjuk dan ilmu ialah bagaikan hujan yang jatuh ke bumi. Diantaranya ada yang jatuh ke tanah subur yang dapat menyerap air, maka tumbuhlah padang rumput yang subur. Diantaranya pula ada yang jatuh ke tanah keras sehingga air tergenang karenanya. Lalu air itu dimanfaatkan orang banyak untuk minum, menyiram kebun dan beternak. Dan ada pula yang jatuh ke tanah tandus, tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Seperti itulah perumpamaan orang yang mempelajari agama Allah dan mengambil manfaat dari padanya, belajar dan mengajarkan, dan perumpamaan orang yang tidak mau tahu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku di utus dengannya."
Penjelasan : Betapa pentingnya air dalam kehidupan kita sehingga dalam kedudukan derajatnya ibarat Ilmu atau Hidayah yang dibawa oleh Rasulullah Saw.
Meskipun secara tersurat hadits ini tidak tampak penjelasan tentang pelastarian lingkungan, namun dari makna yang tersirat menjelaskan sangat pentingnya kita melestarikan air yang memiliki derajat sama dengan ilmu.    
5.     سنن أبى داود - (ج 2 / ص 54)
1430 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ سَعِيدٍ أَنَّ سَعْدًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْجَبُ إِلَيْكَ قَالَ الْمَاءُ[5]
Telah menceritakan kepada Kami Muhammad bin Katsir, telah mengabarkan kepada Kami  Hammam dari Qatadah dari Sa'id bahwa Sa'd datang kepada Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya; shadaqah apa yang lebih anda sukai? Beliau menjawab: "Air!"
Penjelasan : Sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang. Para ahli ilmu menyatakan bahwa sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya. Jadi, menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Al-Imam Ibnu Baththol -rahimahullah- berkata: "Ini menunjukkan bahwa sedekah untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat pahala".[Lihat Syarh Ibnu Baththol (11/473)]
Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.
Penghijauan merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini. Jika demikian banyak manfaat dariREBOISASI, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya.
6.     سنن ابن ماجه - (ج 7 / ص 355)
2477 - حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سُكَيْنٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُثَنَّى ح و حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ الْمَكِيُّ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَفَرَ بِئْرًا فَلَهُ أَرْبَعُونَ ذِرَاعًا عَطَنًا لِمَاشِيَتِهِ[6]
Telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Amru bin Sukain berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah Ibnul Mutsanna. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Muhammad bin Ash Shabbah berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab bin 'Atha keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Isma'il Al Makki dari Al Hasan dari Abdullah bin Mughaffal bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menggali sumur maka baginya empat puluh hasta sebagai tempat menderum binatang ternak."
 penjelasan :
  Manusia, harus mampu menjaga harmonitas segi tiga keseimbangan ekologi: dirinya (manusia), hewan dan tumbuhan. Manusia, seperti disinggung sebelumnya, adalah wakil Allah (khalīfah) di permukaan bumi (Qs. 2: 30). Karena sebagai khalīfah, maka dia harus bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnnya, sebagai pengganti Allah dalam memelihara keseimbangan ekologi. Dia harus memahami fitrahnya yang mengerti maslahat dan kebutuhannya (Qs. 67: 14). Dengan akal yang diciptakan oleh Allah untuknya, dia bisa membekali diri dengan ilmu dan pengetahuan serta teknologi, supaya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan melaksanakan tugasnya tersebut(Qs.7:74).
            Dengan bekal itu semua, manusia harus tampil sebagai sosok yang ‘ramah lingkungan’. Dalam Islam, khalīfah adalah ‘manusia hijau’. Yaitu sosok yang benar-benar melindungi dan memelihara lingkungan hidupnya. Dalam hal ini, konsep ihsān dapat dijadikan sebagai landasan normatif-teologis dalam menciptakan harmonitas manusia dan lingkungan hidup.
              Dalam hadits walid bin amr yang diriwayatkan oleh sunan ibnu majah disebutkan bahwa ihsān adalah “engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa dia –dalam ibadahmu—sedang melihatmu.” Ihsān disini dapat diartikan sebagai sikap ramah (baik), yang berarti melindungi dan memelihara dengan baik. Di sini, konteks ihsān dalam ibadah. Pemeliharaan lingkungan dapat menjadi ibadah, karena memelihara lingkungan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Ketika lingkungan dipelihara dan dijaga dengan baik, maka dia menjadi ibadah di hadapan Allah.  Orang yang tidak mengerti konsep ini, akan merusak lingkungannya. Maka banyak terjadi penggundulan hutan besar-besaran, buang sampah sembarangan, dll. Akhirnya, erosi terjadi dimana-mana. Sungai-sungai banyak yang meluap dan merusak pemukiman masyarakat. 
7.     مسند أحمد - (ج 13 / ص 473)
6435 - حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ رَاشِدٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوسَى أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو كَتَبَ إِلَى عَامِلٍ لَهُ عَلَى أَرْضٍ لَهُ أَنْ لَا تَمْنَعْ فَضْلَ مَائِكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ مَنَعَ فَضْلَ الْمَاءِ لِيَمْنَعَ بِهِ فَضْلَ الْكَلَإِ مَنَعَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَضْلَهُ[7]
Telah menceritakan kepada kami Abu An Nadlr telah menceritakan kepada kami Muhammad -yaitu ibnu Rasyid- dari Sulaiman bin Musa dia berkata; bahwa Abdullah bin 'Amru menulis surat kepada pekerja yang bekerja di kebun miliknya: janganlah engkau menahan kelebihan air yang kau punya. Karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: " barangsiapa menahan kelebihan airnya yang dengannya ia bisa menahan kelebihan kala` (rumput liar yang tumbuh disekitar mata air), maka Allah akan menahan kelebihan-Nya pada hari kiamat."

penjelasan:
           Air yang lebih yaitu yang melebihi kebutuhan  manusia  begitu pula dalam mengarap tanaman karena air yang teratur sangat berpengaruh terhadap hasil tanaman. Oleh karena itu, bagi orang yang kelebiahan air hendaknya memberikan air kepada orang yang membutuhkannya.
            Air itu penting bagi kehidupan manusia dan untuk Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan. Allah S.w.t.
Pahala pelestarian lingkungan
8.     سنن الترمذى - (ج 5 / ص 253)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ إِنْسَانٌ أَوْ طَيْرٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلَّا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةٌ[8]
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Qatadah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidaklah seorang muslim yang menanam tanaman atau menabur benih lalu (hasilnya) dimakan oleh manusia, burung atau binatang ternak melainkan hal tersebut menjadi sedekah baginya."
penjelasan :
Antara hadist qutaibah  tersebut terdapat persamaan, yaitu masing-masing ditakhrijkan oleh .Sunan Atirmizi  Sedangkan perbedaannya adalah sumber hadits tersebut dari Jabir yang diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang satunya bersumber dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam kitab Al-Muzara’ah.
Dari ungkapan Nabi S.a.w. dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan. Allah S.w.t. telah mengisyaratkan dalam Al-Qur’an supaya memanfaatkan segala yang Allah ciptakan di muka bumi ini.
Pelestarian bumi
9.     سنن النسائي - (ج 12 / ص 205)
أَخْبَرَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَقَ الْبَغْدَادِيُّ أَبُو مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ حَدَّثَنِي أُسَيْدُ بْنُ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ قَالَ قَالَ رَافِعُ بْنُ خَدِيجٍ نَهَاكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَمْرٍ كَانَ لَنَا نَافِعًا وَطَاعَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْفَعُ لَنَا قَالَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا فَإِنْ عَجَزَ عَنْهَا فَلْيُزْرِعْهَا أَخَاهُ[9].
Telah mengabarkan kepada kami Ishaq bin Ya'qub bin Ishaq Al Baghdadi Abu Muhammad telah menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abdur Rahman dari Mujahid telah menceritakan kepadaku Usaid bin Rafi' bin Khadij, dia berkata; Rafi' bin Khadij berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang kalian dari perkara yang dahulu memberikan manfaat bagi kita, dan mentaati Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah lebih bermanfaat bagi kita. Sedang mentaati Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lebih bermanfaat bagi kita. Beliau bersabda: "Barang siapa yang memiliki tanah maka hendaknya dia menanaminya, apabila dia tidak mampu maka hendaknya dia meminta saudaranya agar menanaminya." Abdul Karim bin Malik menyelisihi hadits tersebut."
penjelasan :
Pada dasarnya Allah S.w.t. telah melarang kepada manusia agar tidak merusak hutan, hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqoroh ayat 11 :
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لاَتُفْسِدُوْا فِى الاَرْضِ…
Dan apabila dikatakan kepada mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi.
Dan ada lagi dalam surat Al-Baqoroh ayat 204-205:
وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَاد.َ (205) وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَاد.



[1] Malik bin Anas, Al-Muwatho’, bab : Ma Yu’maru min Al-‘amal fi Al-Safar............................ nomor 3590.
[2] Bukhari, Shahih Al-Bukhari, kitab Al-Adab, bab Rahmah Al-Naas wa Al-Bahaim......................... nomor 5663.
[3] Abu Muhammad Al-Daramy, Sunan Al-Daramy, kitab Al-Isti’dzan, bab Fi Al-Nahyi ‘An ayyatakhidza Al-Dawaab Karasiya......................... nomor 2668.
[4] Muslim Bin Hajjaj, Shahih Muslim, kitab Al-Fadhoil, bab Bayanu Mitslu Ma Ba’atsa Al-Nabi...... nomor 4232.
[5] Abu Daud, Sunan Abi Daud, kitab Al-Zakat, bab Fadhli Saqyi Al-Ma’...................................... Nomor 1430.
[6] Muhammad Bin Yazid, Sunan Ibn Majah, kitab Al-Rahunu, bab Hariim Al-Bi’ri.......................... Nomor 2477.
[7] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, juz Al-Hadi ‘Asyara............................................................ Nomor 6435.
[8] Abu ‘Isa Al-Tirmidzi, Sunan Tirmizdi, kitab Al-Ahkam, bab Fadhl Al-Gharsi......................... Nomor 1382.
[9] Abu Abdurrahman Al-Nasa’i, Sunan Nasa’i, Kitab Muzara’ah, bab fi Al-Nahyi ‘An kira’i Al-Ardhi... no 4593.

Komentar

Postingan Populer