PENGERTIAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
PENGERTIAN
PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Kata pelestarian berasal dari kata “lestari” yang berarti
tetap seperti keadaan semula, tidak berubah, bertahan kekal. Kemudian mendapat
tambahan pe dan akhiran an, menjadi pelestarian yang berarti; proses, cara, perbuatan
melestarikan; perlindungan dari kemusnahan dan kerusa-kan, pengawetan,
konservasi; pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara
bijaksana dan manjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
Sedangkan lingkungan hidup berarti; kesatuan
ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya; lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas
organisme hidup, seperti tumbuh-tumbuhan, hewan danmanusia.
Lingkungan hidup tidak saja bersifat fisik
seperti tanah, udara, air, cuaca dan sebagainya, namun dapat juga berupa
sebagai lingkungan kemis maupun lingkungan sosial. Lingkungan sosial meliputi
antara lain semua faktor atau kondisi di dalam masyarakat yang dapat
menimbulkan pengaruh atau perubahan sosiologis, misalnya : ekonomi, politik dan
sosial budaya.
Lingkungan meliputi, yang dinamis (hidup) dan
yang statis (mati). Lingkungan dinamis meliputi wilayah manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Lingkungan statis meliputi alam yang diciptakan Allah swt, dan
industri yang diciptakan manusia. Alam yang diciptakan Allah, meliputi
lingkungan bumi, luar angkasa dan langit, matahari, bulan dan tumbuh-tumbuhan.
Industri ciptaan manusia, meliputi segala apa yang digali manusia dari
sungai-sungai, pohon-pohon yang ditanam, rumah yang dibangun, peralatan yang
dibuat, yang dapat menyusut atau membesar, untuk tujuan damai atau perang.
Dalam mengkaji hadis-hadis yang secara khusus
membicarakan tentang lingkungan, sebenarnya terdapat banyak kesulitan.
Kesulitan pokok adalah tidak adanya term yang jelas tentang lingkungan,
misalnya kata yang secara special tentang lingkungan. Beda dengan term lainnya
misalnya ilmu, nikah, dan lain-lain yang dengan gampang diakses melalui CD
hadis dengan metode takhrij huruf atau tema. Term lingkungan hanya dapat
diperoleh dengan membaca keseluruhan matan hadis, menterjemahkan dan mengambil
kesimpulan dan menetapkannya sebagai obyek pembahasan. Kata zara’a: menanam
misalnya, baru dapat ditetapkan setelah membaca keseluruhan matan hadisnya.
Pelestarian
hewan
1. موطأ مالك - (ج 5 / ص 1426)
3590 -
حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ مَوْلَى سُلَيْمَانَ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ
عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ يَرْفَعُهُ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيَرْضَى بِهِ وَيُعِينُ عَلَيْهِ مَا لَا يُعِينُ
عَلَى الْعُنْفِ فَإِذَا رَكِبْتُمْ هَذِهِ الدَّوَابَّ الْعُجْمَ فَأَنْزِلُوهَا
مَنَازِلَهَا فَإِنْ كَانَتْ الْأَرْضُ جَدْبَةً فَانْجُوا عَلَيْهَا بِنِقْيِهَا
وَعَلَيْكُمْ بِسَيْرِ اللَّيْلِ فَإِنَّ الْأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ مَا لَا
تُطْوَى بِالنَّهَارِ وَإِيَّاكُمْ وَالتَّعْرِيسَ عَلَى الطَّرِيقِ فَإِنَّهَا
طُرُقُ الدَّوَابِّ وَمَأْوَى الْحَيَّاتِ[1]
Telah menceritakan
kepadaku Malik dari Abu 'Ubaid mantan budak Sulaiman bin Abdul Malik, dari
Khalid bin Ma'dan dia memarfu'kannya, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya
Allah Tabaraka Wa Ta'ala, Maha Lembut dan mencintai sikap lemah lembut, ridla
terhadapnya dan menolong orang yang lemah lembut tidak sebagaimana Dia tidak
menolong orang yang kasar. Jika engkau mengendarai tunggangan dari hewan ini,
berhentikan dia di tempat-tempatnya. Jika tanahnya kering maka percepatlah
jalannya selama (kendaraan tersebut) masih kuat. Hendaknya kalian berjalan di
malam hari, karena tanah itu dipendekkan (jaraknya) pada malam hari, beda
dengan keadaannya pada siang hari. Janganlah kalian beristirahat di tengah
jalan, karena itu adalah jalannya hewan dan tempat tinggal ular."
Penjelasan : Hadits menjelaskan tentang bagaimana merawat hewan ketika dalam
keadaan digunakan bepergian.
Memberlakukannya
dengan cara memberikan makan dan mengistrahatkan ketika hewan tersebut dalam
keadaan lelah serta perjalanan pada malam hari merupakan termasuk pelestarian
hewan. Karena hal itu akan tetap menjaga kesehatan dari hewan tersebut dan bisa
melanjutkan perjalanan pada waktu siang hari dalam keadaan sehat bugar.
فَإِذَا
رَكِبْتُمْ هَذِهِ الدَّوَابَّ الْعُجْمَ فَأَنْزِلُوهَا مَنَازِلَهَا arti dari kalimat ini
adalah Memperlakukan hewan dengan cara yang baik, tidak diperkenankan
memaksakan hewan untuk melakukan sesuatu yang diatas kemampuan dari hewan
tersebut. Karena hal itu akan memperlambat pertumbuhan dari hewan tersebut
sehingga pelestarian hewan akan hilang yang merupakan salah satu tujuan dari
kenapa hewan tersebut diciptakan.
2. صحيح البخاري - (ج 5 / ص 2238)
5663 - حدثنا
إسماعيل حدثني مالك عن سمي مولى أبي بكر عن أبي صالح السمان عن أبي هريرة
: أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ( بينما
رجل يمشي بطريق اشتد عليه العطش فوجد بئرا فنزل فيها فشرب ثم خرج فإذا كلب يلهث
يأكل الثرى من العطش فقال الرجل لقد بلغ هذا الكلب من العطش مثل الذي كان بلغ بي
فنزل البئر فملأ خفه ثم أمسكه بفيه فسقى الكلب فشكر الله له فغفر له ) . قالوا يا
رسول الله وإن لنا في البهائم أجرا ؟ فقال ( في كل ذات كبد رطبة أجر )[2]
Artinya :
telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada saya Malik dari Sami Maula Abi Bakr dari Abi Sholeh Al-Siman dari Abu Hurairah, berkata; Rasulullah saw bersabda : “suatu ketika seorang laki-laki tengah berjalan di suatu jalanan, tiba-tiba terasa olehnya kehausan yang amat sangat, maka turunlah ia ke dalam suatu sumur lalu minum. Sesudah itu ia keluar dari sumur tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang dalam keadaan haus pula sedang menjilat tanah, ketika itu orang tersebut berkata kepada dirinya, demi Allah, anjing initelah menderita seperti apa yang ia alami. Kemudian ia pun turun ke dalam sumur kemudian mengisikan air ke dalam sepatunya, sepatu itu digigitnya. Setelah ia naik ke atas, ia pun segera memberi minum kepada anjing yang tengah dalam kehausan iu. Lantaran demikian, Tuhan mensyukuri dan mengampuni dosanya. Setelah Nabi saw, menjelaskan hal ini, para sahabat bertanya: “ya Rasulullah, apakah kami memperoleh pahala dalam memberikan makanandan minuman kepada hewan-hewan kami ?”. Nabi menjawab : “tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada hewan hidup, Tuhan memberi pahala”. (HR. Bukhari )
Hadis di atas memberikan ketegasan betapa Islam sangat peduli akan keselamatan dan perlindungan hewan. Bahkan disebutkan, bahwa bagi yang menolong hewan sekaligus memperoleh tiga imbalan, yaitu : pertama, Allah berterima kasih kepadanya; kedua, Allah mengampuni dosa-dosanya; dan ketiga, Allah memberikan imbalan pahala kepadanya. Di samping sebagai Pencipta, Allah adalah penguasa terhadap seluruh makhluk-Nya, termasuk binatang. Dia lah yang memberi rezeki, dan Dia mengetahui tempat berdiam dan tempat penyimpanan makanannya, Allah swt, berfirman dalam Q.S. Hud (11): 6
telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada saya Malik dari Sami Maula Abi Bakr dari Abi Sholeh Al-Siman dari Abu Hurairah, berkata; Rasulullah saw bersabda : “suatu ketika seorang laki-laki tengah berjalan di suatu jalanan, tiba-tiba terasa olehnya kehausan yang amat sangat, maka turunlah ia ke dalam suatu sumur lalu minum. Sesudah itu ia keluar dari sumur tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang dalam keadaan haus pula sedang menjilat tanah, ketika itu orang tersebut berkata kepada dirinya, demi Allah, anjing initelah menderita seperti apa yang ia alami. Kemudian ia pun turun ke dalam sumur kemudian mengisikan air ke dalam sepatunya, sepatu itu digigitnya. Setelah ia naik ke atas, ia pun segera memberi minum kepada anjing yang tengah dalam kehausan iu. Lantaran demikian, Tuhan mensyukuri dan mengampuni dosanya. Setelah Nabi saw, menjelaskan hal ini, para sahabat bertanya: “ya Rasulullah, apakah kami memperoleh pahala dalam memberikan makanandan minuman kepada hewan-hewan kami ?”. Nabi menjawab : “tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada hewan hidup, Tuhan memberi pahala”. (HR. Bukhari )
Hadis di atas memberikan ketegasan betapa Islam sangat peduli akan keselamatan dan perlindungan hewan. Bahkan disebutkan, bahwa bagi yang menolong hewan sekaligus memperoleh tiga imbalan, yaitu : pertama, Allah berterima kasih kepadanya; kedua, Allah mengampuni dosa-dosanya; dan ketiga, Allah memberikan imbalan pahala kepadanya. Di samping sebagai Pencipta, Allah adalah penguasa terhadap seluruh makhluk-Nya, termasuk binatang. Dia lah yang memberi rezeki, dan Dia mengetahui tempat berdiam dan tempat penyimpanan makanannya, Allah swt, berfirman dalam Q.S. Hud (11): 6
*
$tBur `ÏB 7p/!#y Îû ÇÚöF{$# wÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÞOn=÷ètur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyöqtFó¡ãBur 4 @@ä. Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B ÇÏÈ
6. dan tidak ada suatu binatang melata pun
di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat
berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam kitab
yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Secara
implisit, ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt, senantiasa memelihara dan
melindungi makhluk-Nya, termasuk binatang dengan cara memberikan makanan dan
memotoring tempat tinggalnya. Manusia sebagai makhluk Allah awt, yang termulia
diperintahkan untuk selalu berbuat baik dan dilarang untuk berbuat kerusakan di
atas bumi, sebagaimana firman-Nya, Q.S.al-Qashasah (28): 77
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
77. dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.
3.
سنن الدارمي - (ج 2 / ص 371)
2668 - أخبرنا عثمان بن
محمد ثنا شبابة بن سوار ثنا ليث بن سعد عن يزيد بن أبي حبيب عن سهل بن معاذ بن أنس
عن أبيه وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه و سلم ان رسول الله صلى الله عليه و
سلم قال : اركبوا هذه الدواب سالمة ولا تتخذوها كراسي قال حسين سليم أسد : إسناده
حسن[3]
Telah mengabarkan
kepada kami Utsman bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Syababah bin
Sawwar telah menceritakan kepada kami Laits bin Sa'ad dari Yazid bin Abu Habib
dari Sahal bin Mu'adz bin Anas dari ayahnya, ia adalah sahabat Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Kendarailah hewan tunggangan ini dengan baik dan jangan menjadikannya
sebagi kursi." Telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Shalih dari Al
Laits, hanya saja ia meriwayatkan hadits yang berbeda dengan Syababah.
Penjelasan : hewan merupakan
salah satu ciptaan Allah yang harus kita lestarikan dengan baik. Sebab ciptaan
Allah tidak ada yang tidak memiliki manfaat, sehingga kita harus menjaga
ciptaan Allah sekecil apapun ciptaan itu.
Pada hadits diatas bahwa kita
dilarang menjadikan hewan sebagai kursi, maksud dari larangan ini adalah hanya
menjadikan hewan tersebut sebagai tempat duduk tanpa dimanfaatkan secara nyata,
hanya dijadikan tempat pembicaraan yang tidak bermanfaat.
Pelestarian Air
4. صحيح مسلم - (ج 11 / ص 395)
4232
- حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ وَأَبُو عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ وَاللَّفْظُ
لِأَبِي عَامِرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي
بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ الْهُدَى
وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ
طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ
وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ
فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى
إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ
مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ
وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى
اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ[4]
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr
bin Abu Syaibah dan Abu 'Amir Al Asy'ari serta Muhammad bin Al 'Allaa lafazh
ini milik Abu Amir mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah
dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam beliau bersabda: "Perumpamaan agama yang aku diutus Allah 'azza
wajalla dengannya, yaitu berupa petunjuk dan ilmu ialah bagaikan hujan yang
jatuh ke bumi. Diantaranya ada yang jatuh ke tanah subur yang dapat menyerap
air, maka tumbuhlah padang rumput yang subur. Diantaranya pula ada yang jatuh
ke tanah keras sehingga air tergenang karenanya. Lalu air itu dimanfaatkan
orang banyak untuk minum, menyiram kebun dan beternak. Dan ada pula yang jatuh
ke tanah tandus, tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan. Seperti itulah perumpamaan orang yang mempelajari agama Allah
dan mengambil manfaat dari padanya, belajar dan mengajarkan, dan perumpamaan
orang yang tidak mau tahu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku di utus
dengannya."
Penjelasan : Betapa pentingnya air dalam
kehidupan kita sehingga dalam kedudukan derajatnya ibarat Ilmu atau Hidayah
yang dibawa oleh Rasulullah Saw.
Meskipun secara tersurat hadits ini tidak
tampak penjelasan tentang pelastarian lingkungan, namun dari makna yang
tersirat menjelaskan sangat pentingnya kita melestarikan air yang memiliki
derajat sama dengan ilmu.
5. سنن أبى داود - (ج 2 / ص 54)
1430 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا هَمَّامٌ
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ سَعِيدٍ أَنَّ سَعْدًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْجَبُ إِلَيْكَ قَالَ الْمَاءُ[5]
Telah menceritakan kepada Kami Muhammad
bin Katsir, telah mengabarkan kepada Kami Hammam dari Qatadah dari Sa'id bahwa Sa'd
datang kepada Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya; shadaqah apa
yang lebih anda sukai? Beliau menjawab: "Air!"
Penjelasan : Sedekah
yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang. Para ahli ilmu menyatakan bahwa
sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur umum,
membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik berupa
pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya. Jadi, menghijaukan
lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah
bagi kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Al-Imam
Ibnu Baththol -rahimahullah- berkata: "Ini menunjukkan bahwa
sedekah untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat
pahala".[Lihat Syarh Ibnu Baththol (11/473)]
Seorang
muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-,
sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan
bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa
saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai
penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah
menjadi sedekah bagi kita.
Penghijauan
merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia
dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam
oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi
naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa
dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa
mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi
orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan
angin, membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih
banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan di
lembaran sempit ini. Jika demikian banyak manfaat dariREBOISASI, maka tak heran
jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya.
6. سنن ابن ماجه - (ج 7 / ص 355)
2477 - حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سُكَيْنٍ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُثَنَّى ح و حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ
عَطَاءٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ الْمَكِيُّ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَفَرَ بِئْرًا فَلَهُ أَرْبَعُونَ ذِرَاعًا
عَطَنًا لِمَاشِيَتِهِ[6]
Telah
menceritakan kepada kami Al Walid bin Amru bin Sukain berkata, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah Ibnul Mutsanna. (dalam jalur
lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Muhammad bin Ash
Shabbah berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab bin 'Atha keduanya
berkata; telah menceritakan kepada kami Isma'il Al Makki dari Al Hasan dari
Abdullah bin Mughaffal bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa menggali sumur maka baginya empat puluh hasta sebagai tempat
menderum binatang ternak."
penjelasan :
Manusia, harus mampu menjaga harmonitas
segi tiga keseimbangan ekologi: dirinya (manusia), hewan dan tumbuhan. Manusia,
seperti disinggung sebelumnya, adalah wakil Allah (khalīfah) di permukaan bumi
(Qs. 2: 30). Karena sebagai khalīfah, maka dia harus bertanggungjawab terhadap
apa yang dipimpinnnya, sebagai pengganti Allah dalam memelihara keseimbangan
ekologi. Dia harus memahami fitrahnya yang mengerti maslahat dan kebutuhannya
(Qs. 67: 14). Dengan akal yang diciptakan oleh Allah untuknya, dia bisa
membekali diri dengan ilmu dan pengetahuan serta teknologi, supaya bisa
memenuhi kebutuhan hidupnya dan melaksanakan tugasnya tersebut(Qs.7:74).
Dengan bekal itu semua, manusia harus tampil sebagai sosok yang ‘ramah lingkungan’. Dalam Islam, khalīfah adalah ‘manusia hijau’. Yaitu sosok yang benar-benar melindungi dan memelihara lingkungan hidupnya. Dalam hal ini, konsep ihsān dapat dijadikan sebagai landasan normatif-teologis dalam menciptakan harmonitas manusia dan lingkungan hidup.
Dalam hadits walid bin amr yang diriwayatkan oleh sunan ibnu majah disebutkan bahwa ihsān adalah “engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa dia –dalam ibadahmu—sedang melihatmu.” Ihsān disini dapat diartikan sebagai sikap ramah (baik), yang berarti melindungi dan memelihara dengan baik. Di sini, konteks ihsān dalam ibadah. Pemeliharaan lingkungan dapat menjadi ibadah, karena memelihara lingkungan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Ketika lingkungan dipelihara dan dijaga dengan baik, maka dia menjadi ibadah di hadapan Allah. Orang yang tidak mengerti konsep ini, akan merusak lingkungannya. Maka banyak terjadi penggundulan hutan besar-besaran, buang sampah sembarangan, dll. Akhirnya, erosi terjadi dimana-mana. Sungai-sungai banyak yang meluap dan merusak pemukiman masyarakat.
Dengan bekal itu semua, manusia harus tampil sebagai sosok yang ‘ramah lingkungan’. Dalam Islam, khalīfah adalah ‘manusia hijau’. Yaitu sosok yang benar-benar melindungi dan memelihara lingkungan hidupnya. Dalam hal ini, konsep ihsān dapat dijadikan sebagai landasan normatif-teologis dalam menciptakan harmonitas manusia dan lingkungan hidup.
Dalam hadits walid bin amr yang diriwayatkan oleh sunan ibnu majah disebutkan bahwa ihsān adalah “engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa dia –dalam ibadahmu—sedang melihatmu.” Ihsān disini dapat diartikan sebagai sikap ramah (baik), yang berarti melindungi dan memelihara dengan baik. Di sini, konteks ihsān dalam ibadah. Pemeliharaan lingkungan dapat menjadi ibadah, karena memelihara lingkungan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Ketika lingkungan dipelihara dan dijaga dengan baik, maka dia menjadi ibadah di hadapan Allah. Orang yang tidak mengerti konsep ini, akan merusak lingkungannya. Maka banyak terjadi penggundulan hutan besar-besaran, buang sampah sembarangan, dll. Akhirnya, erosi terjadi dimana-mana. Sungai-sungai banyak yang meluap dan merusak pemukiman masyarakat.
7. مسند أحمد - (ج 13 / ص 473)
6435 - حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي
ابْنَ رَاشِدٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوسَى أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو
كَتَبَ إِلَى عَامِلٍ لَهُ عَلَى أَرْضٍ لَهُ أَنْ لَا تَمْنَعْ فَضْلَ مَائِكَ
فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
مَنْ مَنَعَ فَضْلَ الْمَاءِ لِيَمْنَعَ بِهِ فَضْلَ الْكَلَإِ مَنَعَهُ اللَّهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَضْلَهُ[7]
Telah
menceritakan kepada kami Abu An Nadlr telah menceritakan kepada kami Muhammad -yaitu
ibnu Rasyid- dari Sulaiman bin Musa dia berkata; bahwa Abdullah bin 'Amru
menulis surat kepada pekerja yang bekerja di kebun miliknya: janganlah engkau
menahan kelebihan air yang kau punya. Karena sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: " barangsiapa menahan
kelebihan airnya yang dengannya ia bisa menahan kelebihan kala` (rumput liar
yang tumbuh disekitar mata air), maka Allah akan menahan kelebihan-Nya pada
hari kiamat."
penjelasan:
Air yang lebih yaitu yang melebihi kebutuhan manusia
begitu pula dalam mengarap tanaman karena air yang teratur sangat
berpengaruh terhadap hasil tanaman. Oleh karena itu, bagi orang yang kelebiahan
air hendaknya memberikan air kepada orang yang membutuhkannya.
Air itu penting bagi kehidupan manusia dan
untuk Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan
menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk
kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini
merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap
lingkungan. Allah S.w.t.
Pahala
pelestarian lingkungan
8. سنن الترمذى - (ج 5 / ص 253)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ
قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ
غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ إِنْسَانٌ أَوْ طَيْرٌ أَوْ
بَهِيمَةٌ إِلَّا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةٌ[8]
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan
kepada kami Abu 'Awanah dari Qatadah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda: "Tidaklah seorang muslim yang menanam tanaman
atau menabur benih lalu (hasilnya) dimakan oleh manusia, burung atau binatang
ternak melainkan hal tersebut menjadi sedekah baginya."
penjelasan :
Antara hadist
qutaibah tersebut terdapat persamaan,
yaitu masing-masing ditakhrijkan oleh .Sunan Atirmizi Sedangkan perbedaannya adalah sumber hadits
tersebut dari Jabir yang diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang satunya
bersumber dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam kitab Al-Muzara’ah.
Dari ungkapan Nabi
S.a.w. dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah
menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya.
Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan
(lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara
umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan
tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan
pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya
menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan. Allah
S.w.t. telah mengisyaratkan dalam Al-Qur’an supaya memanfaatkan segala yang
Allah ciptakan di muka bumi ini.
Pelestarian bumi
9. سنن النسائي - (ج 12 / ص 205)
أَخْبَرَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَقَ
الْبَغْدَادِيُّ أَبُو مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ قَالَ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْوَاحِدِ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ
مُجَاهِدٍ قَالَ حَدَّثَنِي أُسَيْدُ بْنُ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ قَالَ قَالَ
رَافِعُ بْنُ خَدِيجٍ نَهَاكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ أَمْرٍ كَانَ لَنَا نَافِعًا وَطَاعَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْفَعُ لَنَا قَالَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ
فَلْيَزْرَعْهَا فَإِنْ عَجَزَ عَنْهَا فَلْيُزْرِعْهَا أَخَاهُ[9].
Telah mengabarkan
kepada kami Ishaq bin Ya'qub bin Ishaq Al Baghdadi Abu Muhammad telah
menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid
telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abdur Rahman dari Mujahid telah
menceritakan kepadaku Usaid bin Rafi' bin Khadij, dia berkata; Rafi' bin Khadij
berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang kalian
dari perkara yang dahulu memberikan manfaat bagi kita, dan mentaati Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam adalah lebih bermanfaat bagi kita. Sedang mentaati
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lebih bermanfaat bagi kita. Beliau
bersabda: "Barang siapa yang memiliki tanah maka hendaknya dia
menanaminya, apabila dia tidak mampu maka hendaknya dia meminta saudaranya agar
menanaminya." Abdul Karim bin Malik menyelisihi hadits tersebut."
penjelasan :
Pada dasarnya Allah S.w.t. telah melarang
kepada manusia agar tidak merusak hutan, hal ini sebagaimana firman-Nya dalam
surat Al-Baqoroh ayat 11 :
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لاَتُفْسِدُوْا فِى الاَرْضِ…
Dan apabila dikatakan kepada mereka :
Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi.
Dan ada lagi dalam surat Al-Baqoroh ayat
204-205:
وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ
لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ
الْفَسَاد.َ (205) وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ
بِالْإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَاد.
[1] Malik bin Anas, Al-Muwatho’, bab : Ma Yu’maru min
Al-‘amal fi Al-Safar............................ nomor 3590.
[2] Bukhari, Shahih Al-Bukhari, kitab Al-Adab, bab
Rahmah Al-Naas wa Al-Bahaim.........................
nomor 5663.
[3] Abu Muhammad Al-Daramy, Sunan Al-Daramy, kitab
Al-Isti’dzan, bab Fi Al-Nahyi ‘An ayyatakhidza Al-Dawaab
Karasiya......................... nomor 2668.
[4] Muslim Bin Hajjaj, Shahih Muslim, kitab
Al-Fadhoil, bab Bayanu Mitslu Ma Ba’atsa Al-Nabi...... nomor 4232.
[5] Abu Daud, Sunan Abi Daud, kitab Al-Zakat, bab Fadhli
Saqyi Al-Ma’...................................... Nomor 1430.
[6] Muhammad Bin Yazid, Sunan Ibn Majah, kitab
Al-Rahunu, bab Hariim Al-Bi’ri.......................... Nomor 2477.
[7] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, juz Al-Hadi
‘Asyara............................................................ Nomor 6435.
[8] Abu ‘Isa Al-Tirmidzi, Sunan Tirmizdi, kitab Al-Ahkam, bab
Fadhl Al-Gharsi......................... Nomor 1382.
[9] Abu Abdurrahman Al-Nasa’i, Sunan Nasa’i, Kitab
Muzara’ah, bab fi Al-Nahyi ‘An kira’i Al-Ardhi... no 4593.
Komentar